Jumat, 21 Januari 2011

Alat-alat Elektronik Ini Paling Ramah Lingkungan

Alat-alat Elektronik Ini Paling Ramah Lingkungan
KOMPAS.com — Hampir semua produsen alat elektronika mengklaim ramah lingkungan. Namun, di antara yang ramah lingkungan itu pasti ada yang paling ramah lingkungan, bukan? Rekomendasi Greenpeace mungkin bisa menjadi pertimbangan.
Di sela-sela Consumer Electronic Show (CES) pada 6-9 Januari 2011 lalu di Las Vegas Convention Center, Las Vegas, Amerika Serikat, LSM lingkungan tersebut mengumumkan hasil penilaiannya. Produk-produk elektronik yang dinilai oleh Greenpeace meliputi komputer desktop, notebook, netbook, monitor, ponsel, ponsel pintar, dan televisi. Seluruh produk yang terlibat dalam survei bernama "Green Electronic Survey" ini tersedia dalam kuartal pertama tahun 2011.
Renee Blanchard, Greenpeace International Toxics Campaigner, menyebutkan bahwa ada kemajuan dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun demikian, Greenpeace menganggap masih banyak yang harus dilakukan.
"Produsen membuat produk yang bebas bahan kimia paling beracun, efisien dalam penggunaan energi, dan mudah didaur ulang," ujarnya. "Kami berharap inovasi terus dilanjutkan dengan standar yang lebih tinggi," lanjut Blanchard.
Sebanyak 21 perusahaan elektronik diundang untuk turut serta dalam survei ini. Sebanyak 18 perusahaan mengirimkan produk yang dianggap paling ramah lingkungan. Greenpeace menilai berdasarkan penggunaan bahan kimia berbahaya dalam produk, penggunaan energi saat produk dioperasikan, umur produk, penggunaan energi untuk pembuatan produk, serta inovasi dan pemasaran.
Berikut ini adalah daftar pemenang yang diumumkan Greenpeace.
Monitor: Asus VW-247H-HF Notebook: Asus UL30A Netbook: Acer TM8172 Desktop: HP Compaq 6005 Pro Televisi: Sharp LC-52SE1 Ponsel: Samsung GT-575550 Ponsel pintar: Sony Ericsson Aspen
Survei ini melibatkan beberapa merek besar, antara lain, di luar pemenang adalah Dell, Fujitsu, Lenovo, LG, Motorola, Nokia, Panasonic, RIM, dan Toshiba. Apple dan Philips diundang untuk berpartisipasi, tapi keduanya termasuk perusahaan yang menolak terlibat. (National Geographic Indonesia/Alex Pangestu)

0 komentar:

Posting Komentar