Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia ke Asia Pasific (Ajaspac) meminta Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan KPK menuntaskan kontroversi penunjukan konsorsium perusahaan asuransi TKI karena diduga kuat telah terjadi penyimpangan.
Ketua Bidang Hukum dan Organisasi DPP Ajaspac Halomoan Hutapea di Jakarta, Sabtu, mengatakan, dirinya sudah melaporkan masalah itu ke Presiden, KPK dan KPPU.
Dia menduga sejak proses penunjukan konsorsium Proteksi TKI hingga pelaksanaan pemungutan uang premi telah terjadi penyimpangan.
Dia menilai penunjukan Proteksi TKI sebagai satu-satu konsorsium asuransi perlindungan TKI sudah pertentangan dengan prinsip persaingan usaha karena perusahaan jasa TKI (PJTKI) tidak memiliki pilihan untuk bermitra dengan konsorsium yang lain untuk melindungi TKI yang ditempatkan.
Sementara penunjukan perusahaan asuransi swasta merupakan wewenang PJTKI yang diamanatkan melindungi TKI sejak ditempatkan hingga kembali ke Tanah Air.
"Perusahaan asuransi swasta bukan pelaksana jaminan sosial (social security) sehingga tidak memiliki wewenang untuk bermonopoli," kata Halomoan. Untuk itu dia sudah mengadukan permasalahan ini KPPU.
Dia juga menyoroti penunjukan PT Paladin International (PI) sebagai satu-satu pialang pada konsorsium tersebut.
Dalam praktiknya, pialang asuransi mewakili pihak tertanggung (PJTKI dan TKI) untuk melindungi kepentingan mereka bukan mewakili konsorsium asuransi.
Tapi praktiknya, PJTKI tidak pernah menunjuk PT PI mewakili kepentingan PJTKI dan TKI, sebaliknya Menakertrans Muhaimin Iskandar menunjuknya sebagai pialang konsorsium Proteksi TKI tanpa berkonsultasi dengan mereka.
"Kami tidak memiliki perjanjian kerja dengan PT PI tetapi diminta untuk bekerjasama, jika tidak maka TKI kami tidak bisa ditempatkan karena tidak mendapat pelayanan administrasi," kata Halomoan,
Tidak hanya itu, kata Halomoan, PT PI juga menerima premi senilai Rp400.000 per-TKI. "Saya punya bukti setor dimana premi yang kami setorkan harus dikirim ke rekening PT PI," tambah Halomoan lagi.
Dia mempertanyakan praktik ganjil tersebut. Seharusnya premi disetorkan ke rekening perusahaan asuransi, misalnya ke rekening PT Asuransi Central Asia Central Raya (ACAR), sebagai ketua konsorsium.
"Kok, pialang bisa memungut premi? Praktik asuransi seperti apa ini?" kata halomoan.
Karena itu pula, calon TKI yang di penampungan atau di balai latihan kerja dan yang sudah ditempatkan di luar negeri tidak mendapatkan Polis Asuransi TKI sebagai bukti otentik pengajuan klaim asuransi yang menjadi hak-hak calon TKI atau TKI.
Dia juga menyatakan PT ACAR tidak memenuhi syarat karena jumlah kantor cabang yang dimiliki tidak sesuai dengan yang diatur dalam Permenakertrans.
Pengumpulan dana berdalih pembayaran premi asuransi calon TKI/TKI dilakukan secara bersama sama oleh PT PI dan Proteksi TKI diperkirakan sudah mencapai Rp21, 230 miliar.
"Patut diduga kegiatan pengumpulan dana tersebut adalah sebuah modus operandi perbuatan curang dan atau penggelapan," kata Halomoan.
Indikasinya, pihak yang menerima uang pembayaran premi asuransi dan yang menerbitkan bukti pembayaran adalah PT PI bukan diterima oleh konsorsium Proteksi TKI seperti yang diamanatkan Pasal 16 ayat 2 Permenakertrans Nomor PER.07/MEN/V/2010.
Halomoan juga menyebutkan bahwa sejak penunjukkan konsorsium Proteksi TKI dan PT PI, PJTKI belum pernah bertemu dengan keduanya.
Saat sudah sekitar 128.500 TKI yang ditempatkan melalui 17 embarkasi sejak 5 Oktober 2010 lalu dan jika dikalikan Rp400.000N total dana yang telah terkumpul sekitar Rp 21,230 miliar.
Ketua Bidang Hukum dan Organisasi DPP Ajaspac Halomoan Hutapea di Jakarta, Sabtu, mengatakan, dirinya sudah melaporkan masalah itu ke Presiden, KPK dan KPPU.
Dia menduga sejak proses penunjukan konsorsium Proteksi TKI hingga pelaksanaan pemungutan uang premi telah terjadi penyimpangan.
Dia menilai penunjukan Proteksi TKI sebagai satu-satu konsorsium asuransi perlindungan TKI sudah pertentangan dengan prinsip persaingan usaha karena perusahaan jasa TKI (PJTKI) tidak memiliki pilihan untuk bermitra dengan konsorsium yang lain untuk melindungi TKI yang ditempatkan.
Sementara penunjukan perusahaan asuransi swasta merupakan wewenang PJTKI yang diamanatkan melindungi TKI sejak ditempatkan hingga kembali ke Tanah Air.
"Perusahaan asuransi swasta bukan pelaksana jaminan sosial (social security) sehingga tidak memiliki wewenang untuk bermonopoli," kata Halomoan. Untuk itu dia sudah mengadukan permasalahan ini KPPU.
Dia juga menyoroti penunjukan PT Paladin International (PI) sebagai satu-satu pialang pada konsorsium tersebut.
Dalam praktiknya, pialang asuransi mewakili pihak tertanggung (PJTKI dan TKI) untuk melindungi kepentingan mereka bukan mewakili konsorsium asuransi.
Tapi praktiknya, PJTKI tidak pernah menunjuk PT PI mewakili kepentingan PJTKI dan TKI, sebaliknya Menakertrans Muhaimin Iskandar menunjuknya sebagai pialang konsorsium Proteksi TKI tanpa berkonsultasi dengan mereka.
"Kami tidak memiliki perjanjian kerja dengan PT PI tetapi diminta untuk bekerjasama, jika tidak maka TKI kami tidak bisa ditempatkan karena tidak mendapat pelayanan administrasi," kata Halomoan,
Tidak hanya itu, kata Halomoan, PT PI juga menerima premi senilai Rp400.000 per-TKI. "Saya punya bukti setor dimana premi yang kami setorkan harus dikirim ke rekening PT PI," tambah Halomoan lagi.
Dia mempertanyakan praktik ganjil tersebut. Seharusnya premi disetorkan ke rekening perusahaan asuransi, misalnya ke rekening PT Asuransi Central Asia Central Raya (ACAR), sebagai ketua konsorsium.
"Kok, pialang bisa memungut premi? Praktik asuransi seperti apa ini?" kata halomoan.
Karena itu pula, calon TKI yang di penampungan atau di balai latihan kerja dan yang sudah ditempatkan di luar negeri tidak mendapatkan Polis Asuransi TKI sebagai bukti otentik pengajuan klaim asuransi yang menjadi hak-hak calon TKI atau TKI.
Dia juga menyatakan PT ACAR tidak memenuhi syarat karena jumlah kantor cabang yang dimiliki tidak sesuai dengan yang diatur dalam Permenakertrans.
Pengumpulan dana berdalih pembayaran premi asuransi calon TKI/TKI dilakukan secara bersama sama oleh PT PI dan Proteksi TKI diperkirakan sudah mencapai Rp21, 230 miliar.
"Patut diduga kegiatan pengumpulan dana tersebut adalah sebuah modus operandi perbuatan curang dan atau penggelapan," kata Halomoan.
Indikasinya, pihak yang menerima uang pembayaran premi asuransi dan yang menerbitkan bukti pembayaran adalah PT PI bukan diterima oleh konsorsium Proteksi TKI seperti yang diamanatkan Pasal 16 ayat 2 Permenakertrans Nomor PER.07/MEN/V/2010.
Halomoan juga menyebutkan bahwa sejak penunjukkan konsorsium Proteksi TKI dan PT PI, PJTKI belum pernah bertemu dengan keduanya.
Saat sudah sekitar 128.500 TKI yang ditempatkan melalui 17 embarkasi sejak 5 Oktober 2010 lalu dan jika dikalikan Rp400.000N total dana yang telah terkumpul sekitar Rp 21,230 miliar.
0 komentar:
Posting Komentar