Jumat, 18 Februari 2011

Hikmah: Teologi Ujian

Hikmah: Teologi Ujian

Dua firman Allah berikut, sungguh relevan bagi orang-orang yang diuji. Pertama, firman Allah di dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 155: "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. "

Kedua, firman Allah yang terdapat di dalam QS An-Naml [27] ayat 40: "Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".

Di dua ayat itu, Allah SWT menanamkan pemahaman di alam bawah sadar manusia, bahwa istilah bala’ (ujian/cobaan) yang dipakai-Nya di dalam Alquran ternyata mempunyai dua sisi makna, yaitu musibah dan nikmat.

Sungguh, akidah atau teologi mengenai bala’ yang terdapat di dalam Alquran ini di luar dugaan kita sebelumnya yang mengaitkan bala’ pada musibah saja.  Untuk bala’ yang berarti musibah, di ayat 155 surat Al-Baqarah itu, Allah menyatakan dengan tegas bahwa Dia akan memberikan cobaan kepada kita semua, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.

Sementara bala’ yang bermakna nikmat, Anda bisa melihatnya di dalam QS. An-Naml: 40. Ayat ini semacam penegasan dari ayat-ayat sebelumnya yang dimulai sejak ayat 15, di mana rangkaian firman Allah itu menceritakan kenikmatan-kenikmatan yang diberikan kepada Nabi Sulaiman, yaitu ilmu, bala tentara dari jin-manusia-burung, kemampuan mendengarkan bahasa semut, dan yang paling fantastik ialah tatkala Sulaiman melihat singgasana Ratu Balqis sekejap mata sudah terletak di hadapannya.

Nah, di ayat 40 itulah, Sulaiman menyadari melalui ungkapan tauhid rububiyahnya, bahwa semua kenikmatan yang diterimanya itu semata-mata merupakan anugerah Rabb (Tuhan)-nya, sekaligus ’ujian’ (bala’) baginya: apakah dia bersyukur atau kufur. Coba, para pembaca, Anda perhatikan, ayat ini menyebut kenikmatan sebagai bala’ juga!

Apa yang kita dapatkan dari teologi bala’ (ujian) tersebut? Ya, para pembaca, kehidupan ini memang berisi dua hal itu, musibah dan nikmat. Tidak ada yang lain. Kalau tidak tertimpa musibah, seseorang itu dalam hidupnya menerima nikmat. Keduanya datang silih berganti seperti silih bergantinya malam dan siang (QS  Ali Imran [3]: 190). Karena itu, manusia harus menyadari bahwa keduanya merupakan ujian.

Allah sendiri pun sejak awal telah menyadarkan kita akan dua macam bala’ (ujian) itu: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (QS  Al-Anbiyaa’ [21]: 35).

Musibah disebut ujian, karena memang banyak manusia yang tidak sabar ketika musibah mulai menimpa dirinya. Ketidaksabaran itu karena saking tidak kuatnya menanggung musibah. Ada yang mengeluh dan ada pula yang sampai nekad bunuh diri.

Sementara itu, kenikmatan yang dirasakan oleh sebagian manusia juga bisa disebut ujian, alasannya sama dengan musibah tadi, yaitu semata-mata karena sikap manusia yang menerima kenikmatan itu. Jika dalam menghadapi musibah banyak orang yang tidak sabar, maka dalam menghadapi kenikmatan banyak orang yang tidak bisa bersyukur. Tandanya bisa kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yang serba cukup banyak yang jatuh dalam dosa atau kemaksiatan kepada Allah, Sang Pemberi nikmat (al-Mun’im) itu sendiri. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar